top of page

Sebelum Anak Ke Barak

  • komsosymv
  • 27 Jun
  • 3 menit membaca

Beberapa waktu belakangan ramai berita soal seorang Gubernur yang membuat program pelatihan untuk anak usia remaja di barang-barang militer. Upaya ini bukan tanpa sebab, namun karena sejarawan Gubernur tersebut, dan juga tentunya masyarakat luas, akan banyaknya kenakalan remaja khususnya tawuran. Tidak jarang kenakalan tersebut membuat jatuhnya korban, bahkan hingga korban jiwa. Upaya konvensional seperti patroli polisi hingga memasang spanduk himbauan agar tidak melakukan tawuran terasa kurang berhasil. Maka membawa anak untuk diberikan pelatihan di barak militer dianggap sebuah solusi.

Ā 

Namun apakah solusi tersebut bisa ampuh untuk mencegah kenakalan remaja khususnya tawuran? Kita belum bisa melihat hasilnya berhasil atau tidak, karena pelatihan baru saja selesai. Hasil dari pelatihan bisa kita sebut berhasil atau tidak berhasil mungkin dalam jangka waktu setidaknya satu tahun ke depan, apakah masih ada kenakalan remaja khususnya tawuran di wilayah tersebut atau tidak. Jika kenakalan remaja khususnya tawuran memang menurun drastis atau bahkan tidak ada, maka bisa kita sebut bahwa program pelatihan anak di barat militer berhasil.

Ā 

Namun yang perlu kita sadari, khususnya sebagai orang tua, adalah orang tua (keluarga) merupakan "barak militer" pertama dan utama bagi seorang anak. Seorang anak pertama kali mengenal nilai-nilai baik maupun buruk pastinya dari orang tua. Dari seorang anak masih usia bayi, kita sudah mengajarkan anak tersebut berperilaku dan bersikap. Terus berlanjut pada tahap balita, sekolah, remaja, hingga dewasa.

Ā 

Dalam teori Differential Association (Sutherland, 1947), penyimpangan merupakan sesuatu yang dipelajari. Anak menjadi menyimpang (nakal) bukanlah sesuatu yang terbentuk begitu saja, melainkan turut dibentuk oleh orang tua.

Ā 

Apakah selama di keluarga anak tersebut sudah mendapatkan pola asuh yang tepat? Pola asuh ini termasuk bagaimana keluarga memberikan contoh dalam bersikap, misal tidak mengeluarkan kata makian depan anak, tidak mencontohkan kekerasan di depan anak, hingga tidak melanggar lalu lintas saat sedang berkendara bersama anak. Jangan lupa, anak selain memiliki rasa penasaran yang tinggi juga merupakan peniru yang hebat. Apa yang dilakukan orang tua atau keluarga terdekat, sangat mungkin dilakukan pula oleh anak.


Lanjut ke lingkungan. Apakah lingkungan tempat anak tinggal dan berkembang merupakan lingkungan yang baik untuk tumbuh kembang anak? Karena sekeluarnya dari rumah, tempat pertama yang menjadi arena bermain anak tentunya lingkungan. Meski begitu, tentunya tidak semua orang berkesempatan atau bisa memilih lingkungan untuk tempat tinggalnya. Beberapa dari kita tidak beruntung dengan memiliki tempat tinggal dengan lingkungan yang belum tentu ramah anak. Tentunya menghadapi lingkungan yang tidak ramah anak, bukan berarti anak menjadi tidak bisa bergaul. Anak tetap bisa bergaul dengan orang di lingkungannya, namun tentunya dengan perhatian khusus dari keluarga. Misalnya dengan memperkuat konsep baik-buruk kepada si anak, sehingga ketika anak berada di luar rumah dan menemukan perilaku yang buruk, anak tersebut sudah dapat menilai apakah perilaku tersebut layak atau tidak layak ditiru.


Begitupun sekolah. Bahkan sekolah memiliki peran sangat penting untuk perkembangan anak setelah peran keluarga. Karena anak pada usia sekolah, apalagi SMP-SMA, tentunya menghabiskan waktu cukup panjang di sekolah. Apalagi sekolah selain menjadi tempat anak belajar secara formal, terdapat proses belajar nilai-nilai baik/buruk dari teman-teman sekolah. Ketika anak bergaul di sela-sela proses belajar, anak akan mendapat dan mempelajari nilai-nilai tersebut. Kembali merujuk ke teori Differential Association, di sekolah selain belajar formal, anak berpotensi juga terpapar nilai-nilai menyimpang jika pergaulan di sekolah tersebut kurang baik. Disini peran keluarga kembali penting, yakni memberikan bekal nilai-nilai baik/buruk ke anak. Sehingga ketika di sekolah anak tersebut menemukan nilai-nilai buruk dalam pergaulannya dengan teman-teman, anak sudah memiliki konsep perilaku sendiri dan tidak mudah terpengaruh nilai-nilai buruk tersebut.


Maka sebelum anak ke barak, kita perlu melakukan kajian mendalam terhadap keluarga, lingkungan, dan sekolah si anak. Dalam hal ini kita sebagai orang tua atau keluarga yang mengasuh anak, perlu melakukan introspeksi apakah cara kita mengasuh dan mendidik anak sudah tepat? Apakah kita secara sengaja atau tidak sengaja telah membuat anak terpapar nilai-nilai buruk? Apakah kita mengetahui atau tidak mengetahui anak kita bergaul dengan siapa? Atau bahkan apakah kita membiarkan/tidak membiarkan anak kita keluar hingga larut malam?

Semoga jawaban atas pertanyaan diatas merupakan jawaban yang menunjukan pola asuh dan didik kita sudah tepat.



Andreas L. Lukwira

Comments


Managed by

logo_komsos_copy.png
bottom of page