top of page

Peterpan..... Ada Apa Denganmu...??

  • komsosymv
  • 8 Sep
  • 3 menit membaca
ree


Apa yang terlintas dalam benak Anda ketika mendengar kata “PETER PAN” ?  Pasti banyak yang teringat pada grup band, yang meroket pada awal tahun 2000an.  Peter Pan yang kita bahas kali ini bukan nama grup band asal Kota Kembang Bandung itu, yang digawangi Ariel dengan lagu hit "Ada apa denganmu".  Namun sebuah sindrom yang sering ditemukan pada kaum pria dewasa.


Sindrom Peter Pan adalah sikap orang dewasa yang secara psikologis, sosial, dan seksual tidak menunjukkan kematangan atau masih bersifat kekanak-kanakan. Seorang laki-laki yang sudah dewasa harusnya dapat berdiri sendiri dan dapat menentukan pilihan dengan konsekuensi tanggung jawab yang menyertainya.  Pada kenyataannya, ada beberapa laki-laki yang tidak bisa hidup mandiri, bersifat kekanak-kanakan dan selalu bergantung kepada orang lain. Nama sindrom Peter Pan diambil dari cerita fiksi Peter Pan karya J. M. Barry yang menggambarkan seseorang laki-laki menolak menjadi dewasa. Memang secara fisik sudah dewasa, tetapi secara mental dan psikologi masih kekanak-kanakan.


Sindrom ini tidak hanya dimiliki oleh laki-laki saja, beberapa wanita dewasa juga bisa bersifat kekanak-kanakan. Para ahli berpendapat bahwa sindrom ini lebih banyak ditemukan pada pria, karena laki-laki memiliki tanggung jawab lebih besar, nantinya sebagai kepala keluarga, pemberi contoh anak-anak, wakil keluarga di masyarakat dan pencari nafkah. Seseorang dengan sindrom Peter Pan akan mengalami kesulitan dalam hubungan dengan individu lain, kesulitan dalam bergaul di masyarakat dan di pekerjaan.

 

Penyebab Sindrom Peter Pan

  1. Pola pengasuhan anak yang terlalu melindungi atau over protektif

  2. Kenangan masa kecil yang menyakitkan atau trauma

  3. Cara pandang yang salah terhadap diri sendiri dan lingkungan sosial sekitarnya

  4. Tidak siap untuk memikul tanggung jawab yang besar saat dewasa karena tidak percaya diri, takut dan cemas, merasa tidak mampu1.    

 

Pola asuh anak yang tidak over protektif menjadikan anak tumbuh matang, baik intelektual maupun bakat dan kemampuannya. Hal ini dapat mengembangkan karakter anak yang mandiri dan berdaya saing serta menjadikan mereka tangguh dalam menghadapi masalah. Penerapan pola asuh anak yang tepat, salah satunya, dengan membiarkan anak mencoba banyak tantangan dalam hidupnya, memberikan ruang untuk berinteraksi dengan lingkungan sebaya dan menyelesaikan permasalahannya tanpa didikte atau diintervensi secara langsung. Cara ini membantu anak untuk tidak bergantung pada orang lain, serta lebih siap menerima tantangan di hidupnya mendatang.

Seringkali orang tua tidak memahami pola asuh yang baik, dan berasumsi bahwa pola asuh yang mereka berikan kepada anaknya sudah baik, apalagi didukung materi berkecukupan. Tanpa sadar ini dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Ajarkan anak agar tidak sering mengeluh, mengatakan tidak bisa padahal belum dicoba dan bertanggung jawab meskipun itu pada taraf belajar.

 

Tanda dan Gejala

  1. Cenderung berperilaku seperti anak kecil atau orang yang lebih muda dari usianya. Biasanya berteman dengan orang yang lebih muda.

  2. Suka menghindar dari permasalahan, selalu bergantung dan merepotkan orang lain

  3. Ingin selalu dilindungi dan dituruti semua permintaannya.

  4. Tidak bisa mempertahankan hubungan jangka panjang yang stabil, terutama percintaan dan pekerjaan. Sifatnya yang kekanakan sering membuat pasangan menjadi tidak nyaman, diajak membicarakan tentang masa depan menghindar, dimintai tolong sering mengeluh dan mematahkan semangat.

  5. Kurang bertanggung jawab dalam pekerjaan atau dalam mengelola keuangan. Selalu mengutamakan kepentingan pribadi, terutama untuk kepuasan dan kebaikan dirinya sendiri.

  6. Suka melimpahkan kesalahan pada orang lain, sulit untuk introspeksi diri

  7. Suka dipuji oleh orang lain.

 

Beberapa upaya untuk mengatasi Peter Pan sindrom :

  1. Menumbuhkan kepercayaan diri / kesadaran diri mengenai buruknya pola pikir dan perilaku dari Peter Pan

  2. Belajar menyelesaikan masalah secara mandiri, mulai dari masalah-masalah kecil dulu

  3. Mengurangi ketergantungan kepada orang lain, mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi 

  4. Berfikir masa depan dan menetapkan tujuan hidup yang mau dicapai

  5. Mengembangkan bakat atau ketrampilan yang dimiliki untuk mendorong kemandirian

  6. Dukungan dari keluarga dan lingkungan, tetapi sifatnya hanya mendengarkan keluh kesah tanpa intervensi yang berlebihan

  7. Mencari bantuan profesional seperti psikiater atau psikolog jika diperlukan.



dr. H. Eko Budi Santosa, MM

Komentar


Managed by

logo_komsos_copy.png
bottom of page