Masyarakat yang tinggal di daerah pedalaman atau perbatasan agaknya masih selalu mencari, bergerak atau berpindah-pindah, serta berjuang dengan situasi alam mereka. Ketika di sekitarnya banyak binatang, mereka cenderung ingin berburu serta membunuh agar dapat mencukupi kebutuhan makanan. Sistem komunikasi masyarakat ini adalah saling memberikan sinyal dalam usaha mereka untuk memenuhi kebutuhan dan menggunakan alat-alat berupa simbol untuk mencari keterkaitan antara roh, binatang, dan sesama manusia.
Di tanah Papua, masyarakat suku Mee masih mempertahankan kebiasaan yang dilakukan oleh nenek moyang atau leluhur mereka, yakni membuat jerat. Jerat ini dipasang di tengah hutan untuk menangkap binatang tertentu, seperti kuskus dan burung rumput. Anak muda bisa dikatakan sudah dewasa kalau mereka bisa membuat jerat. Untuk membuat jerat ini, ada ritual doa khusus yang dilakukan.
Pengalaman masyarakat di pedalaman Papua ini menunjukkan bentuk simbol tertentu guna mencukupi kebutuhan mendasar mereka, yakni makanan. Berbeda halnya dengan masyarakat yang tinggal di perkotaan. Sistem komunikasi yang dibangun masyarakat perkotaan adalah tata kehidupan dengan tugas-tugas yang harus dilakukan sesuai dengan peranannya masing-masing. Tujuan dari sistem komunikasi ini adalah membangun keteraturan hidup sehari-hari, seperti siklus ekonomi, tempat tinggal, dan lapangan pekerjaan yang lebih teratur.
Simbol selalu ada kaitannya dengan interaksi manusia yang tidak hanya dilakukan secara individu, melainkan berkaitan dengan situasi sosial masyarakat. Manusia dapat berkomunikasi dan berinteraksi ketika ada simbol dan bahasa. Kehadiran bahasa kadangkala membutuhkan pemahaman terlebih dahulu, sesudah manusia memahami simbol. Dengan kata lain, kehadiran simbol bisa mewakili komunikasi antar individu yang belum memahami bahasa tertentu.
Alkisah Injil masuk ke Tanah Papua sebagai salah satu bentuk pewartaan dengan bahasa simbol. Pada waktu itu, Bapak Auki Tekege masuk ke suatu daerah pegunungan yang bernama Paniai. Pater Tillemans, MSC selaku misionaris merasa gembira ketika datang juga ke daerah itu. Kehadiran Bapak Auki Tekege ternyata membantu dan mempermudah segala urusan komunikasi dan pencatatan kata-kata dalam bahasa Mee yang sedang dilakukan Pater Tillemans. Bahkan, Pater Tillemans menyadari adanya sesuatu yang lain dari penduduk di sekitar Paniai. Dalam kesempatan berkomunikasi dengan penduduk danau Paniai, Pater Tillemans menangkap bahwa penduduk Paniai sudah mengetahui tentang Tuhan dan Injil (Sabda Tuhan). Bapak Auki Tekege ternyata sudah mulai bergaul dengan masyarakat mulai tahun 1930-an, atau bahkan sebelumnya. Kehadiran Pater Tillemans di tanah Papua mengajarkan banyak hal, terutama mengenai agama dan peradaban. Cara Pater Tillemans mengajarkan adalah dari mulut ke mulut menggunakan simbol yang biasa digunakan oleh masyarakat di pegunungan, termasuk di Paniai.
Perlu kita ketahui bahwa Pater Tillemans adalah seorang misionaris Belanda yang diutus untuk mewartakan Injil di tanah Papua. Oleh karena itu, ia tidak bisa berbahasa Mee. Bagaimana ia berkomunikasi dengan masyarakat di Papua? Tentu Pater Tillemans menggunakan bahasa simbol. Bahasa simbol dalam pewartaan Injil ternyata jika diimani sungguh-sungguh melibatkan gerak Roh Kudus. Agama Kristiani dan ajarannya semakin dikenal oleh masyarakat pedalaman Papua melalui sistem komunikasi bahasa simbol.
-RD Joseph Biondi Mattovano
Comments