Peringatan 1700 Tahun Konsili Nikea: Relevankah untuk Umat?
- komsosymv
- 30 Jun
- 2 menit membaca

Setiap misa Minggu, kita selalu mendaraskan Kredo atau Aku Percaya setelah homili. Ada dua versi Kredo dengan inti yang sama, yakni Kredo Para Rasul (singkat) maupun Kredo Nikea-Konstantinopel (panjang). Keduanya merangkum pokok-pokok iman Katolik. “Draf” kredo panjang dirumuskan dalam “pertemuan” atau Konsili Nikea I pada tahun 325.
Lantas, Konsili yang terjadi 1700 tahun lalu ini harus kita diperingati sebagai apa?
Konsili Nikea: Titik Penyatuan Kembali Iman Gereja
Kaisar Konstantinus I (306–337) mengundang para uskup sedunia untuk melakukan Konsili Nikea. Tujuannya adalah untuk menjawab ajaran Arianisme yang mempersoalkan kodrat ilahi Yesus Kristus sebagai salah satu pribadi trinitas. Persoalan ini memantik perdebatan besar dalam kekristenan. Konstantinus tidak mau ada kekacauan dalam Kekaisaran Roma akibat Arianisme.
Ada dua hasil penting konsili. Pertama ialah pernyataan tegas, “Yesus sehakikat dengan Allah Bapa”. Kedua, konsili menerbitkan Kredo Nikea sebagai rangkuman iman paling update yang harus dipahami umat beriman waktu itu. Kredo ini kelak akan “disempurnakan” dalam Konsili Konstantinopel (tahun 381). Akhirnya terbentuklah Kredo panjang kita.
Kita bertanya: adakah relevansi Kredo atau Pengakuan Iman bagi hidup keseharian?
Kredo: Dasar Pemahaman Iman dan Tindakan
Menurut Paus Benediktus XVI dalam suatu audiensi (2012), Kredo perlu sungguh-sungguh dipahami dan didaraskan dalam doa. Kredo bukan sekadar rumusan kata ndakik-ndakik intelektual, melainkan sarana untuk membantu kita mendalami hubungan antara apa yang kita imani dengan hidup keseharian.
Pendalaman iman kita tidak selesai hanya dalam kelas persiapan Baptis hingga Krisma. Iman kita kiranya berkembang melalui dua hal, yakni usaha pembelajaran pribadi dan kesetiaan mempertahankan iman kita di hadapan aneka godaan. Kredo menjadi pegangan kita.
Kita bisa bercermin melalui Kredo dengan bertanya: apakah aku sungguh mengimani Allah sebagai Tuhan dan bukannya menjadikan uang sebagai “tuhan?” apakah aku sungguh berani menghadapi penderitaan seperti Yesus yang menderita sengsara dalam pemerintahan Pontius Pilatus?
Dalam ensiklik Lumen Fidei § 45, Paus Fransiskus menyatakan bahwa mendaraskan Kredo membuat kita selaras dengan nilai di dalamnya. Pendarasan Kredo harusnya membawa transformasi diri karena ada pengalaman rohani bersama Tuhan. Dengan penuh kasih, Dia mengembangkan jati diri kita dalam persaudaraan yang akrab. Kita diajak melampaui individualisme dengan guyub bersaudara dalam Gereja.
Akhirulkalam
Peringatan 1700 tahun Konsili Nikea menjadi pengingat bahwa Kredo yang selalu didaraskan tiap misa mingguan justru harus nyata dalam hidup kita. Kita diundang untuk menghadirkan Kristus dalam dunia yang meruntuhkan pengharapan di tengah aneka penderitaan dan kekacauan. Jika Tuhan Yesus hadir membawa pengharapan, kehadiran kita pun seyogianya demikian melalui bela rasa dan persaudaraan yang tulus.
Fr. Bima Laiyanan
Comentários