top of page

Misteri Penjelmaan Kelahiran Yesus Kristus oleh Perawan Maria (part 1)


Ilustrasi: www.zumberacki-vikarijat.com

Part 1: Misteri Penjelmaan


Yang dikandung dari Roh Kudus

Ungkapan iman “Yang dikandung dari Roh Kudus” menunjuk kepada pribadi Yesus sebagai Sang Sabda (Logos) yang menjadi manusia. Dengan penjelmaan Yesus, Sang Sabda, menjadi manusia menjadi semakin jelas dan nyata sejarah keselamatan Allah. Yesus dari Nazareth ini bisa dikatakan telah mengambil bagian dalam kepenuhan ilahi. Peran dalam kepenuhan ilahi ini tentu saja tidak semata-mata mengandalkan pengalaman manusia melalui peristiwa dikandungnya Yesus dalam rahim ibu Maria. Akan tetapi, campur tangan Allah yang mempunyai arti bahwa Yesus yang dikandung dari Roh Kudus merupakan kesempurnaan dari peristiwa penjelmaan ini. Artinya, bayi yang dikandung dalam rahim ibu Maria bukanlah semata karena keinginan seorang laki-laki, melainkan kehendak dari Allah sendiri. Dengan kata lain, tidak ada campur tangan dari seorang laki-laki dan hubungan seksual layaknya suami istri pada umumnya. Yang perlu ditekankan pada ajaran iman ini adalah bahwa Yesus memiliki dua kodrat, yakni sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Kedua kodrat tersebut dalam Yesus hanya terdapat satu pribadi, yakni Pribadi yang Ilahi.


Pernyataan iman bahwa Yesus sungguh dikandung oleh Roh Kudus bersumber pada Kitab Suci. Hanya ada dua Injil yang menceritakan pernyataan iman tersebut, yakni Injil Matius dan Injil Lukas. Keunikan dari kedua Injil tersebut adalah menceritakan kisah kanak-kanak Yesus, sedangkan kedua Injil yang lain tidak menonjolkan kisah kanak-kanak Yesus. Penyusunan kisah kanak-kanak Yesus dalam Injil Matius dan Lukas sebetulnya melanjutkan apa yang sudah terjadi pada sejarah keselamatan Allah sejak masa Perjanjian Lama. Allah dalam Perjanjian Lama yang berjanji untuk menyelamatkan manusia kini telah sampai kepada kepenuhannya pada pribadi Yesus. Janji Allah pada masa Perjanjian Lama memang bersifat sementara, namun janji Allah kini secara definitif juga sudah terpenuhi melalui peristiwa kedatangan Yesus di tengah-tengah dunia.



Teologi Inkarnasi

Secara etimologis, kata “inkarnasi” berasal dari kata Latin in yang berarti “dalam”

dan carnis berarti “daging”. Maka, arti harafiah kata “inkarnasi” adalah dalam daging. Maksudnya adalah Allah Tritunggal dalam Pribadi Abadi Bapa telah mengambil bagian dalam realitas dan keselamatan manusia. Sumber iman dari misteri inkarnasi ini adalah Kitab Suci Perjanjian Baru, seperti 2 Tim 1:10; Tit 2:4-7.13; Ibr 2:14; Fil. 2:7. Prolog Injil Yohanes kiranya menjadi titik tolak utama yang menunjuk bahwa Allah yang adalah Sang Sabda itu telah menjadi daging dan diam diantara kita. Bagi Santo Irenius dari Lyon, istilah “menjadi daging” yang berasal dari bahasa Yunani sarkosis menunjuk kepada peristiwa kedatangan Sang Sabda menjadi manusia. Bapa Gereja, seperti Origenes, pun mengatakan bahwa doktrin sentral inkarnasi terletak pada misteri Logos yang menunjuk pada “jiwa manusia” (human soul) dari Yesus. Menurut Origenes, inkarnasi pun tidak akan mungkin terjadi tanpa jiwa manusia tersebut. Yang menjadi penekanan pada teologi inkarnasi ini adalah bahwa penjelmaan Yesus Kristus merupakan perutusan dari Allah Bapa kepada Sang Putra sebagai rencana keselamatan Allah yang paling nyata.



Sang Sabda Telah Menjadi Manusia

Kepecayaan akan penjelmaan Putra Allah menjadi manusia merupakan tanda pengenal yang khas orang Kristen. Dalam bahasa Latin, ungkapan “Sang Sabda telah menjadi manusia” diterjemahkan menjadi “Et verbum caro factum est”. Sebelum abad ke-4 kata terjemahan yang muncul adalah “Sabda telah menjadi daging”. Terjemahan kata “daging” setelah abad ke-4 sebenarnya sudah tidak digunakan lagi karena istilah “daging” tidak menunjuk pada salah satu bagian dari tubuh kita dan seringkali menimbulkan kesalahpahaman dalam tradisi Yunani. Sang Sabda sesungguhnya menjadi sama dan serupa dengan kita manusia. Maka, istilah daging/flesh yang dimaksud lebih mengarah kepada keseluruhan diri atau hidup manusia. Lantas, supaya terjemahan kata Latin caro/carnis ini lebih cocok dengan faktum (kenyataan) yang ada, maka digunakanlah istilah “manusia” yang dalam bahasa Yunani dikenal anthropos. (lih.Yoh 1:14) “Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.




RD. Joseph Biondi Mattovano

bottom of page