top of page

Jalan Raya Pos


Masyarakat di Indonesia khususnya di Pulau Jawa saat ini tengah menikmati konektivitas antarkota yang sangat mudah dengan adanya Jalan Tol Trans-Jawa yang membentang dari Pelabuhan Merak di barat sampai Pelabuhan Ketapang di Timur Pulau Jawa. Namun, tahukah kalian pada Zaman Kolonialisme Belanda pernah ada pembangunan infrastruktur serupa yang menghubungkan Anyer sampai Panarukan? Bahkan, katanya biaya megaproyek ini dikorupsi oleh para Bupati pribumi kala itu.


De Groote Postweg atau Jalan Raya Pos adalah sebuah proyek jalan raya yang dibangun oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Herman Willem Daendles dalam misinya memodernisasi Jawa terutama dalam bidang pertahanan dan pemerintahan. Namun, lambat laun jalan ini lebih dimanfaatkan untuk mengangkut hasil bumi dan pos komunikasi karena dapat mempersingkat waktu pengiriman surat kala itu. Jalan raya sepanjang 1000 km ini sekarang menjadi bagian dari Jalan Nasional.


Jalur tersebut adalah Jalan Nasional Rute 1 (Cilegon-Jakarta, Cirebon-Panarukan), Jalan Nasional Rute 2 (Jakarta-Bogor), Jalan Nasional Rute 3 (Ciawi-Cianjur-Bandung), dan Jalan Nasional Rute 5 (Bandung-Cirebon). Jika kita mencari peta Jalan Raya Pos di internet, dapat dilihat rute jalannya mengikuti jalur Pantai Utara Jawa. Namun, kita juga bisa melihat ada jalur yang dibelokkan dari Jakarta ke arah Bogor sampai Bandung baru dilanjutkan ke Cirebon.


Hal ini dilakukan karena pada waktu itu daerah Cipanas sampai Bandung dikenal sebagai daerah penghasil komoditi untuk diperjual-belikan. Contohnya Cipanas yang dikenal sebagai penghasil sayur dan buah terbaik kala itu sehingga menjadi santapan bagi para pejabat Hindia Belanda di Batavia. Cianjur dan Bandung dikenal sebagai perkebunan kopi terbesar kala itu sehingga Daendels rela membelokkan jalur Jalan Raya Pos melewati Bogor sampai Bandung untuk mempercepat pengiriman komoditi dari pedalaman ke kota.


Daendels menerima mandat menjadi Gubernur Jendral Hindia Belanda dari Louis Bonaparte, adik Napoleon Bonaparte yang diangkat menjadi raja di Belanda selama Perang Napoleon. Ada dua tugas utama yang harus dikerjakan Daendels, yaitu mempertahankan Jawa dari serangan Inggris dan membenahi sistem administrasi pemerintahan. Inspirasi membangun jalan ini tercetus karena Inggris memblokade jalur laut sehingga harus memanfaatkan jalur darat dalam berkomunikasi dan Louis Bonaparte juga mewajibkan Daendels untuk memperhatikan sarana transportasi yang paling sesuai dirancang.


Pembangunan pertama Jalan Raya Pos dimulai dari Buitenzorg ke Karangsambung. Jalur yang direncanakan melewati Cisarua, Cianjur, Rajamandala, Bandung, Parakan Muncang, dan Sumedang ini dipimpin oleh seorang kepala proyek bernama Kolonel Zeni Balthazar Friedrich Wilhelm van Lutzow dari komisi negara dan dua insinyur militer. Jalur ini dibangun dengan lebar sekitar 7,5 meter dan memiliki tiang setiap 1,5 kilometer untuk menunjukkan jarak dan menadai batas distrik. Pemerintah menyediakan 30.000 ringgit perak untuk membangun jalur ini dan disediakan 1100 pekerja oleh Gubernur Pantai Timur Laut Jawa, Nicolaus Engelhard.


Daendels melihat sulitnya pembangunan jalur ini sehingga ia menetapkan tarif upah kala itu yang bervariasi. Mulai dari 10 ringgit perak/orang tiap bulan sampai 1 ringgit perak/orang tiap bulan. Pada 28 Maret 1809, para pekerja dari Batavia dan Bumi Priangan yang membangun jalur ini diberi bantuan 1,5 pon beras dan 5 pon garam tiap bulan sampai jalur ini selesai. Bukti pembayaran tersebut dari pemerintah sampai Bupati ada tapi, dari Bupati sampai ke pekerja sampai saat ini belum ditemukan bukti pembayaran sehingga ada dugaan korupsi oleh para Bupati yang menyebabkan sekitar 12.000 pekerja meninggal.


Hak penuh pembangunan jalur dari Cirebon sampai Panarukan diserahkan Daendels kepada Bupati tiap daerah karena keterbatasan dana pemerintah. Namun, pembangunan jalur ini tidak memiliki catatan arsip tentang sistem pengupahannya. Daendels hanya meminta para Bupati untuk menyediakan pekerja untuk pengabdian masyarakat dan para Bupati mewajibkan hal tersebut sehingga inilah yang sering disebut sebagai kerja paksa.


Terlepas dari dugaan korupsi oleh para Bupati kala itu, pembangunan megaproyek yang kala itu hanya mengandalkan kekuatan manusia memang melelahkan dan sangat wajar bila banyak korban berjatuhan. Namun, kita yang merasakan hasil dari pembangunan tersebut patut bersyukur dan berterimakasih kepada para leluhur yang bekerja keras untuk memberikan konektivitas transportasi kepada anak cucunya saat ini.



GREGORIUS KRISNANTA

Comentarios


bottom of page