Benteng Vredeburg
- komsosymv
- 8 Sep
- 3 menit membaca

“Jika kita pergi ke Yogyakarta, satu tempat yang paling populer mungkin adalah kawasan Malioboro. Hal itu dikarenakan banyaknya jajanan kuliner dan tempat hiburan yang menjadi pusat berkumpulnya warga lokal maupun warga dari daerah lain. Selain itu, banyaknya penginapan dan letaknya yang dekat dengan stasiun makin menambah ramai kawasan ini. Namun, tahukah kalian di kawasan Malioboro berdiri sebuah bekas benteng pertahanan Belanda yang sangat megah dan kini digunakan sebagai sebuah museum?”
Benteng Vredeburg merupakan sebuah benteng yang dibangun sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan Belanda kala itu yang berbentuk persegi dengan sebuah bastion (menara pantau) di setiap sudutnya. Kala itu, benteng ini dikelilingi sebuah parit yang sisa-sisa bekasnya telah direkonstruksi dan dapat dilihat saat ini. Saat ini, fungsinya dialihkan menjadi Museum Benteng Vredeburg dan berada dalam naungan Museum dan Cagar Budaya, Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.
Awal pendirian benteng ini erat kaitannya dengan lahirnya Kasultanan Yogyakarta akibat Perjanjian Giyanti yang menyelesaikan sengketa antara Susuhunan Pakubuwono III dan Pangeran Mangkubumi (Sultan Hamengkubuwono I). Kraton Kasultanan Yogyakarta kemudian dibangun pada 9 Oktober 1755. Setelah kraton mulai dijadikan tempat tinggal, dibangunlah bangunan pendukung seperti Pasar Gedhe, Masjid, dan Alun-Alun untuk melengkapi kawasan tinggal di kraton. Kemajuan pesat ini membawa kekhawatiran pihak Belanda sehingga mereka mulai menyiapkan taktik liciknya.
Belanda meminta izin ke Sultan untuk membangun sebuah benteng di dekat kraton dengan alasan untuk menjamin keamanan kraton dan sekitarnya. Namun, maksud sebenarnya adalah untuk memudahkan Belanda mengontrol segala perkembangan dan aktivitas di dalam kraton. Hal ini ditunjukkan dengan letak benteng yang hanya berjarak satu tembakan meriam ke kraton dan lokasinya yang menghadap jalan utama menuju kraton. Hal ini dapat diartikan sebagai benteng pengawasan Belanda jika sewaktu-waktu Sultan mulai memalingkan muka dari Belanda dan berkhianat.
Pada tahun 1760 akhirnya sebuah benteng sederhana dibangun di lokasi benteng sekarang yang disebut Benteng Kompeni. Bangunan ini masih sangat sederhana dan berbentuk bujur sangkar. Pada keempat sudutnya dibangun sebuah bastion, yang mana oleh Sultan keempat bastion itu diberi nama Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaningprang (sudut barat daya), dan Jayaprayitna (sudut tenggara). Tembok benteng tersebut masih terbuat dari tanah yang diperkuat dengan tiang-tiang penyangga dari kayu pohon kelapa dan aren.
Setelah menggantikan Nicolas Hartingh sebagai Gubernur dan Direktur Pantai Timur Laut Jawa pada 1765, W. H. Van Ossenburg mengusulkan kepada Sultan agar benteng diperkuat menjadi lebih permanen agar lebih menjamin keamanan. Usul tersebut akhirnya disetujui dan benteng yang lebih permanen dan terarah kepada benteng pertahanan mulai dibangun pada 1767 dibawah pengawasan ahli ilmu bangunan Belanda, Ir. Frans Haak. Pembangunan benteng ini baru selesai pada 1787 dan dibawah Gubernur Johanes Sioeburg diresmikan menjadi benteng kompeni dengan nama Rustenburgh yang artinya “tempat peristirahatan”.
Meskipun secara yuridis formal tanah benteng tersebut dimiliki oleh Kasultanan Yogyakarta tapi, secara de facto dikuasai oleh Belanda. Benteng ini kemudian mengalami kemajuan pesat dan akibat gempa bumi yang menimpa daerah Yogyakarta pada 1867, dilakukan pemugaran pada benteng. Setelah pemugaran selesai, namanya berubah menjadi Benteng Vredeburg yang berarti “Benteng Perdamaian”. Nama ini diambil sebagai lambang hubungan Belanda dan Kesultanan yang tidak saling menyerang.
Di dalam benteng terdapat bangunan-bangunan rumah perwira, asrama prajurit, gudang logistik, gudang mesiu, rumah sakit prajurit, dan rumah residen. Benteng tersebut ditempati sekitar 500 prajurit, termasuk petugas medis dan paramedis. Saat masa pendudukan Jepang, benteng ini pun diambil alih kegunaannya sebagai tempat tawanan orang Belanda maupun Indo-Belanda yang ditangkap dan digunakan sampai 1945. Setelah proklamasi kemerdekaan, benteng ini pun direbut oleh warga Yogyakarta sebagaimana aksi perampasan aset milik Jepang yang dilakukan di Kotabaru.
Melalui SK Mendikbud RI No. 0475/0/1992 tanggal 23 November 1992, secara resmi Benteng Vredeburg menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Yogyakarta. Pada 2014, Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta menerbitkan buku berisi koleksi unggulan di museum ini, antara lain diorama pelantikan Soedirman sebagai Panglima Besar TNI, minirama Kongres Boedi Oetomo, mesin ketik Surjopranoto, dan masih banyak lagi. Wisatawan yang mau berkunjung dapat datang ke lokasi setiap hari dari pukul 08.00 – 21.00 WIB. Dengan harga tiket yang terjangkau, tempat ini bisa dijadikan sebagai destinasi wisata saat berada di Yogyakarta.
GREGORIUS KRISNANTA
Komentar