Rumah sebagai tungku api keluarga. Tungku api selalu menyala guna menghangatkan tubuh seluruh anggota keluarga. Kehadiran tungku api bagi masyarakat Papua, khususnya Suku Mee, sangat berharga dan bermakna. Tungku api yang sedang menyala menunjukkan “kehangatan” di dalam keluarga itu. Artinya, keluarga seperti ini mengusahakan kesempatan untuk selalu berkumpul dan saling menjaga satu sama lain. Tantangan keluargakeluarga Katolik masa kini adalah bagaimana menjaga “kehangatan” dan mau saling mendengarkan. “Kehangatan” diusahakan dengan mengesampingkan terlebih dahulu sikap lebih suka menuntut. Kata “pokoknya” selalu bisa dikalahkan dengan kata “ayo, mari” yang suasananya lebih hangat. Keluargakeluarga Katolik yang demikian akan lebih merasakan gerak Roh Kudus dalam setiap jatuh bangunnya.
Dalam pengajarannya, Yesus pernah bersabda, “Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Matius 11:28) Yesus juga menggunakan kata-kata, “Marilah dan kamu akan melihatnya.” (Yohanes 1:39) Ungkapan ini tentu suatu ajakan yang sama sekali tidak ada unsur paksaan sehingga tawaran Yesus ini selalu membawa “kehangatan” dalam sebuah relasi.
Sebagai sebuah katekese: pertama, keluarga yang mengikuti jejak Keluarga Kudus selalu berpusat pada pribadi Yesus Kristus. Itulah mengapa dalam kontemplasi “kandang natal” yang dibuat setiap kali merayakan Natal, bayi mungil Yesus selalu diletakkan di tengah. Di balik itu, tersirat pesan bahwa setiap keluarga diajak untuk memusatkan segala perjuangannya kepada Yesus. Kedua, pengalaman akan Roh di dalam Kitab Suci juga nampak pada pribadi Petrus dan Gereja Perdana. Unsur ketaatan dalam Roh berhasil mengesampingkan “ego” dari Petrus yang pernah menyangkal Yesus. Ketaatannya dalam Roh membuat dirinya menjadi berani untuk bertobat. Setiap keluarga diajak untuk memiliki ketaatan dalam Roh supaya dalam setiap pergulatan yang dialami tetap memberikan diri untuk pertobatan. Pertobatan sejatinya menjadikan setiap pribadi di dalam keluarga mempunyai hati yang terbuka bagi keselamatan dari Allah.
Berkaca dari pribadi Yesus yang selalu mau mendengarkan dan membantu segala kesulitan, setiap keluarga Katolik diajak untuk mengusahakan keutamaan itu. Keutamaan untuk mau mendengarkan ini terkadang kalah dengan semangat yang lebih berapiapi untuk mau berkomentar. Dewasa ini, orang lebih suka berkomentar daripada mendengarkan terlebih dahulu. Semangat Yesus yang suka membantu segala kesulitan mudahmudahan dapat dimiliki oleh setiap orang tua terhadap anak-anaknya. Demikian pula sebaliknya, anak-anak juga diajak untuk membantu segala kesulitan yang sedang dialami orang tuanya, bukan semakin menambah beban.
Akhirnya, Misi Keluarga Katolik sebagai pengalaman “berjalan bersama” Sinode Para Uskup 2021- 2023, dapat memberikan kesaksian tentang kabar baik (Injil) yang siap mewujudkan datangnya Kerajaan Allah. Kabar baik sejatinya selalu menghadirkan sukacita. Kehadiran keluarga Katolik yang “hangat” pasti memberikan sukacita bagi keluarga lain. Menghadirkan wajah Kerahiman Allah dalam setiap keluarga bisa diwujudkan dengan usaha mau mendengarkan dan terlebih mau mengampuni kekurangan satu sama lain di dalam keluarga. Dengan demikian, terciptalah Kerajaan Allah di tengah keluarga Anda sendiri dan kemudian memberikan pengaruh baik bagi keluarga-keluarga Katolik lainnya. Tuhan memberkati keluarga kita.
-RD Joseph Biondi Mattovano-
留言