top of page

Pelayanan dengan Cara Pandang Allah


Foto Ilustrasi: nvi.com.au

Setiap orang kristiani terpanggil menjadi pelayan bagi yang lain. Hal tersebut membawa konsekuensi logis bahwa kita pertama-tama bukan lagi mengutamakan diri sendiri, melainkan mengutamakan orang lain. “Pelayan” pada dirinya sendiri mengacu pada orang yang melayani, dimana orang mau memberikan diri bagi yang lain, orang yang dengan keberadaan dirinya bersedia menjadi bagian dari hidup dan dunia orang lain.


Dalam Galatia 5:13 dikatakan: “Saudara-saudara, memang kamu telah dipanggil untuk merdeka. Tetapi janganlah kamu mempergunakan kemerdekaan itu sebagai kesempatan untuk kehidupan dalam dosa, melainkan layanilah seorang akan yang lain oleh kasih.”. Panggilan untuk melayani bukanlah perkara tawar-menawar, apapun kondisi yang kita alami, namun lebih pada “cara hidup” yang harus dijalankan sebagai seorang kristiani, dengan dasar kasih.


Semangat untuk “menjadi bagian” ini dengan sendirinya akan membuat kita untuk bertindak “lebih”, bertindak melampaui ukuran kebiasaan orang lain pada umumnya, menjadikan dirinya “berbeda” dari yang lain.


Dengan rahmat panggilan yang telah diterimanya, seorang kristiani sangat jelas dituntut untuk mendasarkan setiap ruang geraknya pada sikap dan teladan Yesus Kristus. KetaatanNya pada kehendak Allah menjadi dasar dari sikap keberimanan kita. Penyerahan hidup Yesus secara total kepada kehendak Allah menjadi teladan kita dalam pelayanan. Markus 10:45 tertera: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.” Setiap dari kita dituntut untuk menjadi cerminan dan pantulan “Wajah Allah”, menjadi “Citra Allah”, menjadi “pelayan” bagi yang lain, mengikuti Yesus yang taat pada kehendak Bapa.


Dengan martabat dan warisan menjadi anak Allah, setiap seorang kristiani tidak lagi memusatkan seluruh hidupnya melulu pada dirinya sendiri, melainkan pada kehendak Allah. Kita harus menyelaraskan cara pandang kita dengan cara pandang Allah. Bila kita sudah sampai pada tahap ini, kita menjadi mampu untuk menyelami dan memahami “pikiran” Allah. Hakekat kita sebagai citra Allah lambat laun akan menjadi nyata dan terwujud dalam karya pelayanan kita. Adanya transformasi diri dan pikiran kita ini membuat kita terbuka terhadap karya penyelenggaraan Ilahi. Kita dapat hidup sesuai dengan kehendak Allah, sesuai dengan rencanaNya.


Kita dapat mewujudkannya dalam pelayanan hidup menggereja. Karya pelayanan di gereja sudah jelas membawa kita pada sikap “lepas bebas” terhadap diri sendiri. Kita belajar “melepaskan” ego kita, melepaskan “keterikatan” atau ketakutan dan kecemasan yang membelenggu kita, untuk kemudian menyatukan dengan rangkaian Karya Keselamatan Allah. Kita memberikan hati dan diri untuk Tuhan yang terwujud dalam berbagai karya pelayanan kita kepada sesama. Pelayanan yang kita berikan ini diharapkan dapat membawa keselamatan bagi semua orang.


Kita terpanggil untuk menyelamatkan domba yang hilang. Dalam Lukas 15:1-7 nampak bagaimana Yesus memberi perumpamaan tentang domba yang hilang. Sangat ditekankan suatu sikap untuk menaruh perhatian lebih pada domba yang hilang, semangat untuk memberi keselamatan bagi yang lain. Demikian pula dengan kita dalam memberikan pelayanan, pertama-tama harus merangkul yang tersesat, memberikan keselamatan bagi yang hilang. Untuk itu, kita harus menyertakan Roh Kudus hadir dan berkarya dalam setiap pelayanan kita. Biarkan Allah meraja atas kita dan memimpin kita dalam setiap hidup karya pelayanan kita. Dengan merajanya Allah dalam hidup kita, secara langsung kita membuka ruang bagi Roh Allah untuk berkarya. Roh Kudus akan memampukan dan memurnikan setiap karya pelayanan yang kita berikan. Pelayanan dengan penyertaan Roh Kudus pasti akan menghadirkan kebaikan dan cinta Allah sendiri.


Dalam karya pelayanan, Kita terkadang tidak luput dari kelemahan dan kekurangan. Sangat manusiawi dalam pelayanan yang kita berikan, terkadang tercampur oleh berbagai motivasi dan kepentingan pribadi. Banyak faktor yang mendorong kita untuk “terjun” dalam pelayanan menggereja dengan maksud dan tujuan tertentu. Hal ini baik kita sadari dan kita bersyukur masih mempunyai kerelaan dan kesediaan untuk memberikan diri dalam pelayanan tersebut. Seiring berjalannya waktu, biarkan Allah sendiri yang memurnikannya, biarkan Allah dengan “caraNya” mengubah kita, membentuk kita, memakai kita. Allah mempunyai kehendak dan rencana atas hidup kita.


Ada kalanya juga kita merasa “terbebani” untuk menjalankan panggilan pelayanan ini. Kita lalu berusaha lari dan menjauhi panggilanNya. Dalam Matius 11: 30 dikatakan, “Sebab kuk yang Kupasang itu enak, beban-Ku pun ringan”. Disini kita diajarkan untuk mencintai dan menerima segala tugas pelayanan yang dipercayakanNya kepada kita. Harus kita ketahui juga, bila Tuhan sudah berkehendak, kemana pun kita lari dan pergi, kita pasti ditangkapNya. Allah memilih kita menjadi “alatNya” dan rencana karya keselamatanNya sangat jelas dalam setiap tugas karya pelayanan yang kita jalankan.


Panggilan untuk melayani ini merupakan rahmat yang patut kita syukuri dan hidupi. Dengan menerimanya sebagai tugas perutusan, tugas pelayanan yang kita jalankan akan membuat kita menjadi “bebas”, membuat kita semakin “menikmatinya”, bahkan membuat kita menjadi “kecanduan” akan kuasa dan karya Roh Kudus. Hidup dalam “high spirit” pelayanan tentunya akan membawa kita pada sukacita dan kegembiraan. Pelayanan yang didasari oleh kehendak Allah, sesuai dengan cara pandang Allah, dan selaras dengan rencana karya keselamatan Allah, pastinya akan menghasilkan buah yang berlimpah.


Untuk itu, kita juga harus terus membina, mendalami dan memahami kehendakNya. Kitab Suci, Tradisi, dan Magisterium Gereja mendasari keberimanan kita untuk dapat memahami kehendakNya.Seluruh rencana karya Keselamatan Allah tercakup di dalamnya. Oleh karena itu, agar kita dapat memberikan pelayanan yang sesuai dengan kehendakNya, kita juga harus mengerti dan memahami ajaran-ajaranNya.


Dengan demikian menjadi jelas bagi kita bahwa pelayanan yang kita berikan kepada sesama merupakan pelayanan yang tidak lain kita tujukan kepada Allah sendiri. Karya pelayanan yang kita berikan tidak lagi berpusat pada diri sendiri, melainkan kepada Allah yang terwujud dalam setiap pribadi yang kita layani. Untuk sampai ke arah sana, kita harus memakai “kacamata” Allah, cara pandang Allah, “pikiran” Allah agar tujuan utama Karya KeselamatanNya dapat terwujud bagi semua orang.


“Tuhan memampukan kita dalam setiap karya pelayanan kita.”



Sigit Adinugroho

bottom of page